Oleh: Piter Gusbager *) Sebagian besar umat manusia di Bumi abad ini, hidup di kota, jauh dari areal pertanian, hutan dan bentangan alam (natural landscape). Menurut Pertemuan Puncak Kota sedunia tahun 2008 di Singapura, lebih dari setengah penduduk bumi pada tahun ini berdomisili di didaerah perkotaan. Trend ini sudah tentu berdampak langsung pada penggunaan lahan baik di daerah perkotaan maupun sub-perkotaan. Lahan yang dahulunya dikelilingi oleh hutan, pohon dan dihuni oleh organism harus dibuka untuk membangun rumah dan berbagai jenis lingkungan buatan (built environment). Oleh sebab itu perencana kota dituntut untuk memainkan peran kunci dalam mengantisipasi meminimalkan setiap kemungkinan masalah yang akan timbul dari pertumbuhan sebuah kota. Masalah-masalah perkotaan abad ini terdiri dari masalah Sosial, Ekonomi dan Lingkungan dan Budaya yang di kendalikan oleh sebuah kekuatan besar yaitu politik. Keberlanjutan (sustainability) sebuah kota sangat ditentukan oleh perencanaan masa kini. Dalam tulisan singkat ini, fokus adalah pada situasi visual terakhir perkembangan penggunaan lahan dan tata ruang dan masalah-masalah ketersediaan kebutuhan bagi warga di kota Jayapura. Kota adalah salah satu ungkapan kehidupan yang sangat kompleks. Menurut Lawrence Halprin (1979) seorang designer landscape kota Amerika, kota adalah sebuah kelompok kehidupan manusia (communal life) yang harmony dengan berbagai element, taman kota, kebun kota, pemukiman, areal parkir, boulevard, taman bermain, pelabuhan jaringan tranportasi, dan pusat perbelanjaan. Lebih lanjut menurutnya kota tidak hanya berarti bangunan-bangunan tapi juga sebuah bentangan alam yang terbuka (landscape of open space). Areal terbuka untuk umum (public open space) sebagai sebuah element penting dalam perencanaan tata ruang kota. Gleeson dan Law (2000) menyatakan, perencanaan sebuah kota merupakan sebuah proses aktifitas pemerintahan yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa semua pelayanan bagi masyarakat pada sebuah kota tersedia kapan dan dimana kebutuhan-kebutuhan tersedia. Manusia beserta seluruh aspek kehidupannya merupakan bagian dari landscape itu. Banyak definisi kota dapat diberikan ketika seseorang ingin mendefinisikan ‘kota’. Sederhanya, dari parameter-parameternya, kota atau urban ‘modern’ sedangkan desa atau rural ‘traditional’.
Menurut sejarah (Wikipedia) bahwa pada tahun 1945 Pemerintah Belanda menjadikan Jayapura (Holandia) ibukota dari Netherlands Newguinea. Kemudian pada 1 Oktober 1962 Holandia diserahkan kepada PBB, kemudian dikenal sebagai “Kota Baru”. Nama Kota Baru bertahan hingga pada saat Pemerintah Indonesia mengambil alih secara resmi pada tanggal 1 Mei 1963, berubah menjadi Sukarnopura. Nama tersebut bertahan hingga akhir tahun 1968 menjadi akhirnya menjadi Jayapura sampai sekarang. Nama Jayapura berasal dari kata Sansekerta terdiri dari dua suku kata Jaya : Kemenangan dan Pura : Kota. Atau dengan kata lain kota yang rebut dengan sebuah kemengan dalam peperangan. Kota ini juga pernah bernama Port Numbay, bahkan nama ini sering digunakan dalam event-event tertentu. Sejak kota Jayapura (Holandia), ada, maka juga ada perkembagannya, baik secara keseluruhan maupun sebagian , baik kearah positif maupun negatif. Hal ini menunjukan bahwa kota bukanlah sesuatu yang bersifat statis. Markus Zanhd (2006) mengatakan kota adalah lingkungan yang dinamis karena memilki hubungan yang erat dengan kehidupan pelakunya sejalan dengan dimensi waktu. Di usia sembilan puluh delapan tahun, Jayapura boleh dikatakan dalam masa emasnya. Keemasan itu dapat diukur dan dievalusi dari dua aspek, yaitu perkembangan secara kuantitatif dan secara kualitatif. Perkembangan kota tidak dapat dilihat secara terpisah. Maka munculah pertanyaan sejauh mana perkembangan kota Jayapura, selama sembilan delapan tahun, usia hampir seabad ini. Lebih lanjut kota Jayapura diawal abad ke-21 berpenduduk 172, 723 jiwa (2000). Populasi ini mendiami areal seluas lebih kurang 9,5 km2. Kota yang indah secara alami ini memiliki topografi bergelombang dan berbukit rendah, berada pada ketinggian 0-300 m di atas permukaan laut telah menjadi pusat pemerintahan, ekonomi, pendidikan dan aktiitas sosial sejak awal sampai sekarang.
Sistem Perencanaan kota yang berlaku di Indonesia, yang dikenal dengan Rencana Tata Ruang Nasional, Propinsi dan Kabupaten atau Kota, merupakan hybrid (campuran) dari sistem yang diterapkan Belanda dalam perencanaan beberapa kota seperti Amsterdam. Hal ini berarti sistem ini tergolong sangat ideal dan collaborative dari pusat sampai ke tingkat daerah, terbukti Netherland sebagai salah satu negara dengan perancangan dan perencanaan kota terbaik di dunia. Bayangkan bagaimana merencanakan kota yang letak dibawah permukan air laut. Bagaimanapun, kenyataan menunjukan bahwa kota-kota di Indonesia seperti Jakarta tidak melaksanakan perencanaan sebaik Netherland, dimana mengalami banyak masalah akhir-akhir ini khususnya dalam tata guna lahan. Jayapura merupakan salah satu kota typical Indonesia dimana pengabaian terhadap aspek ekologi merupakan sebuah kelemahan yang mencerminkan rendahnya kualitas kota ini.
Ruang terbuka untuk umum (public open space) merupakan daerah terbuka yang disediakan oleh pemerintah yang dapat diakses secara bebas bagi semua kelompok masyarakat tanpa pengecualian yang berdomisili disebuah kota atau juga pengunjung. Public open space dapat berupa taman kota, lapangan olahraga, taman bermain, areal parkir, jalur hijau, taman pantai, sungai dan danau dan kebun raya. Penyediaan sarana-sarana ini pada sebuah kota dianggap penting karena, mereka memainkan peran penting baik dibidang sosial, lingkungan, ekonomi , pendidikan dan budaya. Dibidang lingkungan misalnya Taman kota membantu mengurangi emisi karbon dan menyerap debu dari kendaraan bermotor. Pendidikan misalnya Taman kota dapat menjadi Laboratoium dan perpustkaan hidup bagi sekolah khususnya mata ajaran seperti Biologi dan Botany. Social misalnya, fasilitas-fasilitas ini dapat menyebabkan terjadinya interaksi sosial dengan mengabaikan apapun latarbelakang dan status seseorang. Dibidang ekonomi secara sederhana fasilitas-fasilitas publik ini dapat meneyediakan lapangan kerja bagi yang membutuhkan. Ide public open space sangat berkaitan dengan keindahan wajah kota dan kesehatan kota.
Namun hal ini tidaklah muda dengan cukup merencanakan, modus terpenting adalah bagaimana mengimplementasinya. Implementasi sebuah perencanaan membutuhkan komitment dalam pengambilan keputusan dalam mengalokasikan ruang (space) terhadap kebutuhan akan ruang itu. Sepanjang pengamatan, kenyataan kota Jayapura selama 98 tahun belum merencanakan publik open space bagi warganya. Alokasi ruang lebih diperuntukan bagi perkembagan pusat-pusat perbelanjaan yang hampir nampak diseluruh kota. Pertanyaan yang muncul apakah dalam rencana tata ruang kota Jayapura belum ada taman terbuka untuk publik? Apakah implementasi pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan tata ruang yang ada? Penggunaan lahan sesuai fungsi dan nilainya merupakan hal penting untuk memecahkan persoalan ini. Seperti dikatan oleh Simonds (1983) untuk setiap ruang ada pengguanaan yang ideal, dan untuk setiap penggunaan ada tempat yang ideal.
Dalam tulisan ini ada baiknya juga disinggung beberpa masalah yang nampak. Pertama, tentang areal pesisir. Dalam tata guna lahan dan perencanaan tata ruang kedepan diharapkan juga merencanakan daerah perairan (waterfront) yang dihuni masyarakat nelayan sepanjang teluk Jayapura dan sekitarnya. Tipe pemukiman rumah berlabuh secara teknis tidak lagi memenuhi syarat keselamatan di saat ini, seperti resiko becana alam, tsunami dan arus pasang lainya. walaupun rumah berlabuh merupakan warisan budaya masyarakat pesisir Papua. Pemerintah Kota melalui Bapeda sudah harus mencari jalan keluar melalui studi-studi sosial dan ekonomi serta budaya dalam memecahkan situasi ini, Karena rumah berlabuh juga disisi lain mengurangi nilai estetika dan kesehatan lingkungan di kota Jayapura.
Kedua, masalah peneglolaan sampah. Sistem pengelolaan sampah yang umum di jayapura dengan system pembakaran (TPA) perlu dievaluasi. Bagaimanapun juga berbicara tentang masalah pengelolaan (waste management) di Kota Jayapura secara visual boleh dikatakan sangat buruk. Sampah berserakan dimana-mana. Apa yang dilakukan pemerintah Kota dapat dikatakan belum cukup untuk memecahkan masalah ini. Masyarakat perlu diberikan penyadaran terus-menerus dan pada saat yang sama perlu diterapkan aturan hukum dan koordinasi sampai ditingkat kelurahan dan RT. Berkaitan dengan sarana pendukung, juga dapat dikatan belum memadai seperti ketersediaan tempat-tempat pada seluruh pusat-pusat pemukiman dan kegiatan penduduk. Memang ini masalah yang cukup kompleks, kita di Papua membutuhkan seorang profesional perencana dan perancang (planner dan designer) yang memilki spesialis dibidang ini.
Masalah lain perencanaan tata ruang di kota Jayapura yang kelihatan adalah transportasi. Dengan meningkatnya jumlah kendaraan pribadi (private car) dan menurunnya minat masyarakat menggunakan transportasi umum sperti bis, mengakibatkan kemacetatan dan tingkat kecelakan lalu lintas. Jaringan transportasi jalan dan jembatan serta sarana transportasi lain sudah harus dipikirkan dan diputuskan. Masalah yang mungkin dihadapai dalam hal ini adalah ketersediaan lahan untuk sarana pembangunan jaringan-jaringan tersebut.
Lebih lanjut, masalah penyediaan air bersih. Ketersediaan ir bersih merupakan syarat mutlak bagi pembangunan sebuah kota. Supply air bersih di kota ini masih dapat dibilang jauh dari yang dibutuhkan. Yang diharapkan adalah air dapat mengalir selama 24 jam sehari tanpa berhenti. Namun, nampaknya itu sulit. Debit air dari sungai yang menjadi sumber mata air menjadi isu yang sering terdengar di telinga warga. Kedepan sebaiknya ada solusi karena kita sebenarnya tidak harus kesulitan air diwilayah tropis ini.
Listrik menjadi sebuah isu lain. Penadaman listrik yang terjadi di kota Jayapura merupakan sebuah masalah lain bagi warga yang mendiami kota ini. Berbagai alasan dikemukan. Keterlambatan pembayaran pelanggan merupakan salah satu alasan klasik. Ketidakstabilan aliran listrik di sebuah kota akan sangat berdampak bagi seluruh aspek kehidupan manusia di zaman ini. Pemerintah kota sebagai penyelenggara kehidupan colletive warga, diharapkan kedepan memecahkan isu ini.
Terabainya sarana telepom umum adalah salah satu masalah lain. Salah satu fasilitas publik yang juga teraibaikan adalah fasilitas telp umum. Sejak revolusi telekomonikasi dengan merebaknya penggunaan telepon genggam awal tahun 2002. Situasi ini bukan merupakan langkah maju, telepon umum bagaimanapun tetap dibutuhkan dan harus disediakan dalam sebuah kota.
Masalah lain berkaitan dengan arsitektur kota Jayapura. Dari pandangan arsitektur dan perancangan dapat dikatakan kota Jayapura belum memiliki struktur dan pola sebar yang konsisten. Struktur perkembangan kota Jayapura belum dapat di lihat dengan jelas hal ini mungkin dikarenakan pengunaan lahan yang tidak sesuai Tata Ruang yang ada dan bentuk rancang bangun, serta tipe bangunan yang dibuat sesuka hati pemilik yang ada di kota Jayapura. Secara teoritis ada tiga bentuk perkembangan kota, perkembangan horizontal, vertikal dan intertistial. Sehingga, diperlukan kajian khusus menyakut persoalan ini bentuk dan struktur perkembangan kota jayapura.
Terakhir adalah migrasi penduduk ke kota Jayapura yang tidak terkontrol. Masalah ini boleh dibilang cukup serius dalam sepuluh tahun terkhir. Masalah ini akan sangat nyata pengaruhnya dengan kepadatan penduduk dan penggunaan ruang di kota. Hal lain juga adalah meningkatnya pengannguran dan persaingan yang tidak sehat. Ada pendapat yang menyebutkan bahwa situasi mengakibatkan disebut sebagai sumber penyakit. Entah penyakit dalam kontek medis, social sperti angka kriminalitas yang meningkat atau juga dalam arti ekologi, yaitu menurunnya kualitas lingkungan. Pengendalian pergerakan masuknya penduduk baik untuk tinggal maupun kunjungan perlu dikontrol dengan baik dengan melibat semua instansi terkait.
Tulisan ini merupakan sebuah refleksi singkat, diharapkan sebagai masukan bagi masyrakat dan pembaca sehingga dapat mengambil bagian dalam pembagunan kota Jayapura. Adalah penting bagi pemerintah kota Jayapura menyiapkan Sumberdaya Manusia yang professional dibidang perencanaan dan perancangan kota atau membangun hubungan dengan negara asing yang memiliki reputasi tinggi dalam bidang ini, sehingga dapat dicari jalan keluar dalam permalahan-permasalahan perkotaan. Akhirnya diusia ke-98 sudah pasti banyak kemajuan yang ada dan telah dirasakan warga kota. Bagaimanapun sebaiknya ini kita tidak hanya melihat kelebihan-kebihan yang ada, tetapi juga merefleksi kekurangan-kekuragan yang ada. Dengan harapan, masa depan kota Jayapura dan penduduknya sangat ditentukan oleh setiap pengambilan keputusan dalam penggunaan ruang dan lahan (urban land use) saat ini.
-----------------------------------------
*)Penulis adalah: Staf Pengajar pada Universitas Negeri Papua, Mahasiswa Pasca Sarjana Master of Urban Planning , The University of Melbourne. Australia.
Sumber: Tabloid Suara Perempuan Papua No.30 Tahun IV, 7-12, April 2008
Foto : Piter Gusbager